Pohon Berbuah Sosis di Tahura Bandung

Mendaki Dago Hingga Maribaya Bagian 5
(baca: Bagian 1 | 2 | 3 | 4)

Saatnya belajar Biologi!
Masih ingat warung sosis bakar ini yang menyambut kami ketika masuk Tahura?

Ternyata di dalam Tahura ada pohon sosisnya lho.. Namanya Pohon Sosis Afrika. Hehe, tapi tentu saja sosis yang dibakar itu tidak dipetik dari pohon sosis yang memiliki nama ilmiah Kigelia aethiopica Decne ini 🙂

Pohon yang tingginya bisa mencapai 20 m ini berasal dan hidup tersebar di beberapa negara di Afrika, seperti Chad, Senegal, Namibia, dan Afrika selatan. Kigelia berasal dari bahasa Bantu (bahasa lokal negara Mozambik), yaitu kigeli-keia yang berarti “Sosis”.

Pohon Sosis Afrika

Disebut pohon sosis karena memang buahnya berbentuk seperti sosis yang tumbuh menggantung ke bawah dengan panjang berkisar antara 30 cm hingga 1 m dengan diameter sekitar 18 cm dan beratnya bisa mencapai 10 kg… Wooww. Namun sayangnya, waktu kami berkunjung, si pohon belum berbuah sehingga kami belum beruntung melihat buah sosisnya. Tapi thanks to Google, berikut penampakan asli dari si buah sosis 🙂

Inilah si buah sosis.
Sumber: http://travelwithintent.com/2013/10/04/sausages-dont-grow-on-trees/

Buah sosis ini merupakan sumber makanan bagi beberapa jenis hewan seperti gajah, monyet, jerapah, dan beberapa jenis burung paruh bengkok Afrika yang menyukai bijinya. Para hewan tersebut juga suka berkumpul di bawah naungan kanopi pohon sosis yang luas dan nyaman untuk beristirahat.

Di negara asalnya, naungan kanopi pohon sosis yang nyaman ini digunakan sebagai tempat menjalankan upacara keagamaan, rapat persiapan perang, dan bahkan di Bostwana, orang-orang berkumpul dibawah pohon sosis untuk menunggu kedatangan pesawat lho.. unik bukan. Namun harus berhati-hati juga apabila berada di bawah pohon sosis ini, bukan karena sesuatu yang mistis tapi buah sosis yang beratnya 5-10 kg bisa saja tiba-tiba jatuh menimpa kita 🙁

Kigelia aethiopica Decne dengan sinonim: Kigelia africana, Kigelia pinnata, Kigelia abyssinica

Selain sebagai sumber makanan, buah sosis tersebut juga digunakan oleh orang Afrika sebagai obat tradisional untuk mengobati beberapa penyakit seperti encok, sipilis, dan luka gigitan ular. Bagian pohon lainnya pun seperti bunga, daun, kulit kayu, dan akar juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan.

Pemanfaatan pohon sosis sebagai bahan obat-obatan

Pohon sosis Afrika merupakan salah satu dari sekian tanaman bukan asli Indonesia yang kami temukan di Tahura. Selain pohon sosis ini, kami juga menemukan pohon Mahoni Uganda. Entah bagaimana dulu ceritanya para tanaman ini bisa tumbuh di Tahura. Sumbangan kah? Atau hanya sebagai koleksi? Atau ada yang tahu sejarahnya? Kalau ada yang tahu, bagi-bagi infonya yah 😉

Selesai (akhirnya)..

Membelah Sungai, Mengelilingi Patahan Bumi, dan Berakhir di Derasnya Curug

Mendaki Dago hingga Maribaya (Bagian 4)
(baca: Bagian 1 | 2 | 3)

Saatnya belajar Geologi!
Bentang alam Tahura Bandung sungguh menarik. Betapa tidak, kondisi alam Tahura didominasi oleh patahan Lembang dan dibelah oleh sungai Cikapundung yang mengalir dari Curug Omas. Beranjak dari Goa Belanda, kami terus berjalan kaki dengan ditemani suara aliran sungai Cikapundung dibawah kami. Hingga sampailah di sebuah jembatan dimana kami menemukan informasi tentang Patahan Lembang.

Patahan Lembang
Patahan adalah permukaan bumi hasil dari gerakan tekanan horizontal dan tekanan vertikal yang menyebabkan lapisan bumi menjadi retak dan patah. Kota Bandung dilingkupi banyak patahan gempa bumi. Salah satunya patahan Lembang yang ternyata masih aktif berpotensi menimbulkan gempa bumi.

Papan informasi tentang Patahan Lembang

Woow, jadi warga Bandung harus ekstra siaga yah. Di Tahura, kita bisa menikmati pemandangan dari sisi selatan patahan Lembang.

Pemandangan bagian selatan Patahan Lembang. Diambil dari atas jembatan.


Sungai Cikapundung dan “aliran listrik”nya
Ci Kapundung adalah sungai yang membelah Kota Bandung. Dari kawasan utara menuju selatan yang bermuara di Ci Tarum. Sungai ini berhulu di utara Kota Bandung tepatnya di daerah Lembang yang airnya berasal dari Curug Omas. Sungai ini merupakan anak Sungai Citarum yang membentang sepanjang 15 km dan lebar sekitar 8 m dengan debit air sekitar 3.000 m³/detik.

Aliran sungai ini digunakan sebagai sumber tenaga listrik PLTA Bengkok yang dialirkan melalui parit-parit seperti sungai buatan. Salah satu jalurnya melalui Goa Belanda yang pada awalnya (1918) difungsikan sebagai terowongan air. Sejak pertama kali dibangun oleh Perusahaan Tenaga Air Negara Dataran Tinggi Bandung (Landiswaterkrachtbedijf Bandung) pada tahun 1923, PLTA Bengkok merupakan salah satu sumber penyuplai listrik untuk Bandung dan sekitarnya. Pada tahun yang sama pula PLTA Dago dibangun pada aliran sungai Cikapundung (Sumber: Aleut)

Curug Omas

Curug Omas
Curug Omas merupakan pemberhentian terakhir kami di Tahura. Air terjun (curug) setinggi kurang lebih 30 m dan memiliki kedalaman sekitar 10 m ini berasal dari aliran sungai Cikawari. Di dasar air terjun, aliran sungai Cikawari tersebut bertemu dengan aliran sungai Cikapundung.

Akhirnya, setelah berjalan selama kurang lebih 4,5 jam dari Simpang Dago atau 3 jam dari pintu masuk Tahura, berikut 30 detik kenikmatan aliran deras Curug Omas..

selanjutnya..

Menelusuri Gua dari Jaman Belanda hingga Jepang

Mendaki Dago hingga Maribaya (Bagian 3)
(baca: Bagian 1 | 2)

Saatnya belajar Sejarah!

Pintu masuk utara, berukuran paling besar dan dulunya merupakan pintu utama

Gua Jepang – Letaknya tidak jauh, sekitar 200-300 m dari gerbang masuk Tahura. Gua Jepang di Tahura ini merupakan salah satu dari sekian gua yang dibangun oleh bangsa kita secara paksa (Romusa) ketika dijajah oleh Jepang.

Pintu masuk selatan

Pada dasarnya gua ini berbentuk huruf U dengan 4 lorong dan 2 ventilasi udara. Menurut guide yang mengantar kami menelusuri gua (dan beberapa sumber), gua ini dulunya digunakan sebagai markas militer Jepang untuk tempat menyimpan logistik perang. Seluruh permukaan gua mulai lantai, dinding, dan langit-langit dilapisi oleh batu cadas hitam. Sayang kamera kami tidak memiliki flash sehingga tidak dapat mengabadikan kondisi di dalam gua.

Salah satu mulut ventilasi gua Jepang

Gua Belanda – Jaraknya kurang lebih 30 menit (berjalan kaki) dari Gua Jepang. Gua ini dibangun pada tahun 1906 sebagai terowongan penyadapan aliran sungai Ci Kapundung untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA). PLTA ini merupakan yang pertama di Indonesia namun tanpa sebab yang jelas, PLTA ini tidak berfungsi. Pada tahun 1918, terowongan ini beralih fungsi untuk kepentingan militer dengan penambahan beberapa ruang di sayap kiri dan kanan terowongan utama. Hal ini dikarenakan dulu perbukitan Dago Pakar ini sangat menarik bagi strategi militer, karena lokasinya yang terlindung dan begitu dekat dengan pusat kota Bandung.

Gua Belanda

Menjelang Perang Dunia ke II pada awal tahun 1941 kegiatan militer Belanda makin meningkat. Dalam terowongan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Bengkok sepanjang 144 meter dan lebar 1,8 meter dibangunlah jaringan gua sebanyak 15 lorong dan 2 pintu masuk se-tinggi 3,20 meter, luas pelataran yang dipakai gua seluas 0,6 hektar dan luas seluruh goa berikut lorong nya adalah 548 meter.

Gua atau Goa ya?
Selain untuk kegiatan militer, bangunan gua ini digunakan untuk stasiun radio telekomunikasi Belanda, karena stasiun radio yang ada di Gunung Malabar terbuka dari udara, tidak mungkin dilindungi dan dipertahankan dari serangan udara.

Note: Untuk memasuki Gua, disewakan senter seharga Rp. 5000,-/buah sedangkan jasa guide berkisar antara Rp. 10.000 – 25.000,-

Link terkait: http://tahuradjuanda.jabarprov.go.id/

selanjutnya..

Taman Hutan Raya Pertama di Indonesia

Mendaki Dago hingga Maribaya (Bagian 2)
(baca Bagian 1)

Tahura atau secara lengkap disebut Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda merupakan kawasan konservasi yang terpadu antara alam sekunder dengan hutan tanaman yang terletak di Kota Bandung, Indonesia. Luasnya mencapai 590 hektar membentang dari kawasan Dago Pakar sampai Maribaya (Wikipedia).

Taman yang pernah dibangun oleh pemerintah Hindia-Belanda (1912) ini dulunya berbentuk hutan lindung dengan nama Hutan Lindung Gunung Pulosari. Peresmian Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dilakukan pada tanggal 14 Januari 1985 yang bertepatan dengan hari kelahiran Bapak Ir. H. Djuanda. Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda sebagai Taman Hutan Raya pertama di Indonesia.

Sebagai salah satu ruang terbuka hijau (RTH) yang tentunya berfungsi sebagai penyangga kehidupan warga Bandung, Tahura merupakan ruang belajar yang cukup menyenangkan. Apapun bisa kita pelajari disini, Sejarah, Geologi, Biologi, Fisika, Sosial Ekonomi, dan tentu saja Kesegaran Jasmani 😉

Untuk mencapai Tahura bisa dari arah selatan (Dago) atau utara (Lembang – Maribaya) dengan menggunakan kendaraan umum, pribadi, maupun berjalan kaki seperti yang kami lakukan 🙂 Ini merupakan pertama kalinya aku ke Tahura. Sangat menarik, tentu saja menarik karena kesana dengan berjalan kaki, mungkin lain kali bisa dengan berlari. yaa lain kali..

Jalur trekking Tahura tidak begitu sulit, sebagian besar beraspal dan berpaving batu kali (agak licin setelah hujan). Dan tak perlu khawatir akan kehabisan bekal makanan/minuman selama trekking, karena hampir di setiap 100 m, kita akan dimanjakan dengan adanya ‘warung’. Seperti yang menyambut kami setelah tak jauh berjalan sekitar 50 m dari gerbang masuk Tahura ini.. tara.. Sosis Bakar 😀

Karena kami masuk Tahura dari arah selatan, rute trekking kami yang pertama adalah Goa Jepang – Goa Belanda lalu lanjut mendaki ke Curug Omas dengan jarak tempuh kurang lebih 6 km selama 3 jam. Bagi yang tidak kuat berjalan kaki, di dalam Tahura banyak tersedia Ojek yang siap mengantarkan ke tujuan. Namun sayang kan kalau udara sesegar ini dilewatkan begitu saja dan tentunya banyak hal yang menarik yang bakal kita temui sepanjang trekking 😉

selanjutnya..

Mendaki Dago hingga Maribaya (Bagian 1)

Perkenalkan, namanya Gred. Kependekan dari Grey dan Red 😉

Gred 🙂

Hari ini dia membawaku menikmati pagi di Bandung, kota yang aku tinggali selama hampir satu tahun. Pagi ini kami dengan seorang teman (panggil dia Nita, nama sebenarnya) bertekad untuk menjajal pendakian sederhana dimulai dari Simpang Dago menuju Maribaya.

Bandung beberapa hari ini diguyur hujan terus dari pagi hingga malam, begitu pula pagi ini. Maksud hati jalan pagi bermandikan sinar matahari, namun ternyata sang matahari harus mengalah dengan dominasi mendung dan gerimis. Dari Simpang Dago perjalanan kami dimulai, jam di tangan menunjukkan (sekitar) pukul 06:30 WIB (Waktu Indonesia bagian Bandung). Langkah kami dibarengi oleh para pesepeda yang keren dengan atribut lengkapnya, mungkin tujuan kami sama, Tahura – Maribaya.

Para pengayuh kereta angin
Dago Pakar, dari sini Tahura masih 1,5 km lagi
Bagi pejalan kaki, melihat kantor PDAM itu bahagia sekali, karena itu artinya Tahura tinggal 50 m lagi di depan 😀

Dan akhirnya, setelah 1,5 jam berjalan, tepat pukul 8 pagi, sampailah kami di Tahura, Taman Hutan Raya, Bandung.. Look at our happy-tired face 😀

Searah jarum jam: Gerbang inilah yang dinanti-nanti :D; Our happy-tired face; Tiket masuk Tahura Rp 10.500,-/orang

Selanjutnya..

Baluran in Me..

Baluran, Baluran..
Finally we met..

I went there on last 13-17 July 2011 to participate event 2nd Annual Birding Competition with Teens Go Green, Transformasi Hijau, and Jakarta Birdwatcher Society.

Baluran is one of National Park in East Java. It’s also well-known as the Africa of Java ’cause it’s dominated by Savanna ecosystem.

Baluran’s biodiversity was really dazzling me. Deer is the one you can often observe in Savanna, sometimes also we can see bulls, if you’re lucky enough.. 😀 And birds, of course, were our targeted object on this event.

These following pics are the random things about Baluran I should never forget..


Truck, was the vehicle that took us to Bekol (our camp area) from front gate of national park office. it reminds me to the similar journey in Meru Betiri National Park (other national park area in East Java), but the road in Meru Betiri was more wavy than Baluran, We were shaken a lot on the truck.


our favorite toilet chambers.. with its open-air view, we could shower (it really had shower!) under the beautiful open sky.. 🙂 very nice!


Oriental pied hornbil taken by Digiscoping technique. I saw this beautiful bird for the first time in 2006 when i went to Alas Purwo National Park, also other national park area in East Java. And after 5 years, I was so glad to see them again.. 😀


With strings of bull skulls, and I’m still wondering, why didn’t I see any deer skull?


Footprint of wildcat?? Hmm, I guess so.. 🙂


Bama Beach, the other beautiful site in Baluran..
When I was in university.. My friends, who took Aquatic Ecology Laboratory Work subject, always visit Bama Beach in Baluran for learning Macro-invertebrate. Since i didn’t take the subject, I had no chance to come to Baluran. But, finally I made it.. 😀 Yeay!