Selamat Tinggal

“¿Cómo se dice “Adiós” en Indonesio?” (Apa bahasa Indonesia-nya “Adiós“?), tanyanya suatu siang. Aku terpaku, “mmm …” gumamku.

Dia menatapku. Menunggu.

Tapi tak ada satupun kata yang terlintas untuk menjawab pertanyaan itu. Bukan karena aku tak tahu. Namun seolah-olah seluruh sel-sel otakku menolak untuk berpikir dan membuatku tidak mau menjawab pertanyaan mudah itu.

Iya, mudah memang. Kalau dalam Bahasa Indonesia, Adiós berarti Selamat Tinggal. Tapi bagiku tidak mudah. Entah sejak kapan, aku sudah lama menghapus kata-kata “selamat tinggal” dari daftar kosakata di dalam kepalaku. Aku selalu menggantinya dengan sampai ketemu, sampai jumpa, sampai besok, sampai minggu depan, atau yang lainnya.

Aku benci perpisahan. Bagiku perpisahan itu selamanya.

Mengucapkan kata “selamat tinggal” bagiku sama saja berarti tidak ada kesempatan, keinginan, maupun harapan untuk bertemu lagi. Bagiku, “selamat tinggal” hanyalah untuk mereka dan semua yang benar-benar ingin kita hapus dari memori. Tapi aku percaya bahwa kita sama sekali tidak bisa memilih dan menghapus memori tertentu dari dalam kepala kita. Karena pasti akan ada yang tertinggal. Akan ada sisa-sisa yang selalu mengingatkan kita.

¿Qué piensas?” (Kamu lagi mikirin apa?), tanyanya lagi.
Lamunanku buyar. Oh, ternyata dia masih menunggu jawabanku.
umm, creo que no hay “Adiós ” en Indonesio..” (umm, aku pikir nggak ada “Adiós” di dalam bahasa Indonesia), kata-kata itu mengalir begitu saja tanpa diperintah. -Ya, tentu saja ada, batinku.-

oh.. crees así?” (oh.. menurutmu begitu?), dahinya berkerut menuntut jawaban lain dariku.
Aku menghela napas, “sí, creo que sí, sabes por qué?” (Ya, menurutku sih begitu, kamu tahu kenapa?)

Dia menggeleng.

Porque, no me gusta Adiós” (Karena, aku tidak suka selamat tinggal), aku nyengir.
Y por eso no hay Adiós en Indonesio?” (Dan karena itu nggak ada “Adiós ” di bahasa Indonesia?) mukanya makin bingung. Alisnya terangkat. Bibirnya manyun. Lucu.

Akhirnya,
“Bueno, Adiós es Selamat Tinggal en Indonesio. Pero nunca me gusta decir “Selamat Tinggal” o “Goodbye” en Ingles. No hay “good” en “goodbye”, sí?” (Baiklah, di bahasa Indonesia, Adiós itu artinya Selamat Tinggal. Tapi aku tidak pernah suka bilang “Selamat tinggal” atau “Goodbye” kalau di Bahasa Inggris. Nggak ada “good” di “goodbye“, kan?), kataku.

Kutunggu responnya. Tapi dia hanya diam, sambil memandangi sepatu-sepatu kami. Akupun ikut tergeming.

Mungkin aku terlalu rumit. Jawabanku berbelit-belit. Padahal dia tak bertanya untuk mendapatkan jawaban yang seperti itu. Lalu mengapa aku begitu defensif menjawab pertanyaannya?

Interesante” (Menarik), katanya tiba-tiba sambil tersenyum dan menggandeng tanganku menyeberangi jalan.

Dan,
Aku tahu sekarang.

Mungkin bukan karena pertanyaannya yang membuatku sulit menjawab.

Tapi karena dia yang bertanya.

(Aku dan kamu, suatu hari di bulan Juli ….)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.